09 Desember 2012

Tanpa garpu?


Semua tak sama… Tak pernah sama…  

Itu alunan indah lagu Padi yang berulang kali aku replay untuk menemani aku menikmati mie rebus yang aku sebut “sudah jarang aku makan” kemarin ternyata hari ini terpaksa aku ikhlaskan memakannya. Hari ini Minggu 09 Desember 2012 warung makan seputaran kost pada tutup. Huks.. nggak bersahabat banget dengan hari anak kost memang. Yo wes..yang penting makan aja dulu, mudah-mudahan tubuh ini menerima dengan ikhlas tanpa berontak. Hehe

Menyuap mie dengan bantuan sendok dan garpu, menyenangkan. Keduanya memang sulit dipisahkan jika saat menyantap yang namanya mie. Hampir nggak pernah si sendok tanpa garpu. Sambil mengumpulkan mie oleh garpu dan kemudian merapikan di sendok untuk sesaat kemudian tanganku mengayunkannya masuk di mulut, sejenak aku berpikir. Memang menyenangkan jika selalu ada sendok juga garpu saat harus menghabiskan mie. Iya..menyenangkan.

Aku tidak berpikir hal ini pada orang lain. Ini tentang aku yang menyuap mie memang harus dengan bantuan sendok dan garpu. Bukan cuma dengan sendok, tapi harus ada garpu. Harus ada garpu.

Tapi sesaat aku berpikir lagi. Jika aku suatu saat tidak menemukan si garpu, si garpu hilang, apa lantas tak bisa menyuap mie. Apa nggak bisa jika cuma dengan sendok saja? Meskipun aku yakin itu memang akan terasa sulit, sangat sulit untuk aku yang terbiasa dan boleh dibilang tak bisa menikmati mie tanpa garpu. Tapi mana mungkin aku harus relakan perutku kelaparan jika di dunia ini hanya ada mie. 

Aku mengerti betul akan sangat sulit. Aku tahu itu. 

Ah.. bukankah kita manusia yang dikaruniai “lupa”? Jadi bagaimana mungkin aku tidak bisa untuk melupakan bagaimana mudahnya, menyenangkannya jika ada garpu. Aku yakin aku hanya perlu waktu untuk merelakan kesenangan itu kan? Meski terasa sulit. Meski ini tak akan semudah mengucap kata “lupa”. Tapi aku tak harus menyakiti tubuhku dengan membiarkannya kelaparan bukan. Kendati mungkin aku harus belajar mengumpulkannya dengan susah payah untuk kemudian ku suapkan. Atau mungkin aku harus gunakan ujung jari tanganku yang lain untuk membantu sendok mengumpulkan  mie. 

Apa aku akan selamanya berkata” kenapa aku tak dibiarkan untuk tidak mengenal garpu” saja? Tentunya selama itu pula aku akan membiarkan hidup ku sengsara bukan? Penyesalan kenapa tak menjaga dan menyimpan si garpu dengan baik. 

Meskipun saat temukan pendamping sendok yang lain, aku tentu tak akan merasakan kemudahan menyantap mie bersama si garpu. Tenanglah..Jiwa itu hanya perlu sebuah kepasrahan pada Illahi untuk belajar menjalani hidup dengan suasana yang baru. 

Hmm… Aku juga tak bermaksud menyederhanakan hidup seperti semangkuk mie ku juga sendok dan garpu ku ini. Aku hanya berpikir bahwa hidup memang haruslah selalu berusaha dan belajar. Untuk bisa menjalani dan menerima kenyataan yang sudah di takdirkan. Kesalahan hadir bukan tanpa maksud. Hanya agar kita berpikir lalu belajar untuk tidak mengulanginya. Kesulitan dating bukan tanpa tujuan. Hanya agar kita tunduk dan berpasrah pada kekuasaan Illahi yang hanya Dia lah yang berkuasa membolak-balikkan hati, rasa, juga jalan hidupmua untuk menoleh dan berubah haluan. Maka jadilah engkau seorang yang beruntung saat kau masih bisa “menyesal” dan teteskan air mata. Tapi bukan engkau yang menyesal lalu tenggelam dalam rasa bersalah tanpa memperbaikinya. Meski kesempatan mungkin tak datang dua kali, tapi bukankah dunia ini begitu luas untukmu buktikan bahwa kau berusaha memperbaikinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar