11 April 2014

Timang-timang..



Timang-timang..
Wahai diri yang gejolaknya tak punya aturan
Rebahlah kedua sisi keningmu dipangkuan sajadah Tuhan
Pandangilah dengan lembut tempatmu seharusnya bersujud
Ada apa di sana?

Timang-timang..
Wahai diri yang haus akan kebebasan
Tengadahkanlah telapak tangan itu
Rasakanlah apa yang bisa kau genggam di keduanya
Ada apa di sana?

Kebebasan itu adalah tempatmu sekarat, dan beku.
Aturan itu juga tempatmu sakit, dan mati.
Tapi keduanya berbeda
Kau bisa memilih kerakusanmu, lalu mati
Kau bisa memilih sederhanamu, lalu mati
Dan keduanya berbeda

Timang-timang..
Wahai diri yang geloranya tak bertepi
Kau bebas memilih jalan kematianmu
Kita tetap akan sama-sama berada di dalam tanah

Timang-timang..
Wahai diri yang hatinya sempit, sakit
Biarkan apa yang kau lihat di sajadah itu, juga apa yang kau rasakan di telapakmu itu
Menjadi rahasiamu bersama Allah, bukan aku, dia, juga mereka

Timang-timang..
Wahai jiwa yang tersesat dalam gelap
Pulanglah!
Jalan Tuhan masih dibentangkan di tiap hela nafasmu

Pulanglah!
Pulanglah!
Sebelum kau mati.



Yogyakarta, 07 April 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar