18 September 2011

Bahasa Indonesiaku Sayang

Tulisan ini bermula dari otak isengku ketika mencoba menuliskan suatu kisah yang ingin aku bagi kepada pembaca yang budiman sebetulnya. (Yang pasti bukan dongeng atau romance.He..)

Tapi lucu sekali malah yang terjadi. Aku harus berulang kali mengedit tulisanku itu yang padahal baru beberapa paragraf. Ini semua karena "Bahasa Indonesia"ku yang aku cintai. Aku ingin menuangkan cerita ringan tapi inginnya dengan bahasa indonesia yang baik tapi tidak kaku. Waaaahh.. Alhasil, semuanya malah bener-bener jauh dari kata 'good'. Kalau masalah-masalah ilmiah malah tidak terlalu sulit sekali karena sudah ada tatanan peraturan dan sudah jelas suguhan karya-karya ilmiah memang bahasanya ya begitu itu, formal. Tapi terkadang bacaan-bacaan yang bersifat formal itupun juga masih dengan berulang kali pengeditan 'bahasa' sehingga menghasilkan bahasa yang formal tapi jelas maknanya atau tidak ambigu.

Nah..itu kan seputaran bacaan formal. Sekarang masalahnya adalah bacaan yang tidak formal atau fiksi malah sulit sekali menuangkannya dalam bahasa indonesia yang baik dan benar tapi tidak kaku. Wah yang tahu akar 'problem'ku lebih mendasar sepertinya 'orang-orang yang berkecimpung didalam mendalami bahasa indonesia'. Sepertinya intinya adalah kemampuan tulis bahasa indonesiaku yang belum 'good'.(Nah loh.. Ngaku deh.. he)

Permasalahan yang sering dihadapi adalah
  •  Ketika mengubah kata-kata tidak baku menjadi kata-kata yang baku justru menghasilkan kalimat yang  'kaku' untuk dibaca. Terkesan seperti cerita fiksi yang lebih mengarah ke 'dongeng'. Cuma bedanya kalau pada cerita dongeng diawali dengan 'pada zaman dahulu kala' dan sebagainya, nah tapi ini bukan diawali dengan kata itu. He.. Contohnya ketika "nggak" diganti dengan kata "tidak", atau "keinget diganti "teringat" dan sebagainya. Kata-kata baku itu justru terasa 'kaku' atau kalaupun tidak terkesan seperti dongeng maka akan seperti membaca karangan cerita pendek seorang siswa SD yang menulis tentang kisah liburannya di sebuah desa.
  • Meletakkan Subjek, Predikat, Objek, Keterangan yang salah tapi kelihatan indah sekali. Contohnya:  ..."otak isengku ketika mencoba menuliskan suatu kisah yang ingin aku bagi kepada pembaca yang budiman sebetulnya." Bukankah etisnya "sebetulnya" diletakkan di awal kalimat? Dan masih banyak lagi kata-kata yang salah penempatan tapi tampak indah untuk dikonsumsi pembaca.
  • Penghilangan subjek dalam bacaan yang dinilai bagus-bagus saja ketika dibaca. Contohnya: Semestinya tidak perlu banyak bicara kalau memang merasa benci dengan suasana ini. Nah loh.. yang dimaksud siapa?? Meskipun alur cerita awalnya sudah tahu si subjek yang dituju tetap saja harus ada subjek disetiap pembuatan kalimat baru. Tapi dengan tanpa subjek pun seringkali dianggap sah-sah saja oleh mata pembaca awam.
Nah sebenarnya masih banyak lagi masalah-masalah yang timbul ketika menulis. Namun, hal ini juga timbul ketika pembaca yang dituju adalah pembaca umum yang mayoritas tujuan utama bacaan fiksi ini adalah kaum muda. Misalnya topik pembicaraan dalam tulisan adalah topik kawula muda. Atau...Misalnya karena tujuan penulis cerita atau tulisan fiksi itu adalah memang kaum muda. 

Meskipun aku bukan orang yang khusus berkecimpung di dunia kebahasaan atau bukan juga orang yang berkonsentrasi penuh pada dunia tulisan fiksi. Tapi suatu keinginan besar ketika aku bisa menuangkan kisah-kisahku atau sekedar cerita fiksi kecil sekedar hiburan tapi dengan bahasa indonesiaku sayang yang baik dan benar tapi tidak terkesan 'kaku' untuk pembaca. Mudah-mudahan ada ilmu yang kuinginkan itu dari pembaca yang budiman, ada kiat atau setidaknya mungkin sedikit pembelajaran yang bermanfaat untuk memperbaiki kemampuan tulis bahasa indonesiaku ini yang lumayan "berantakan". hehe



Tidak ada komentar:

Posting Komentar