Kadang ku pandangi mu tanpa kedip lelah
Tapi kedua mataku menyeringai perih
Tentang yang aku pun masih ragukannya
Yang ada hanya lancang otakku berujar
“jahannam”..
Benakku yang berhamburan keusangan pikir
Mencela diri yang tak bernurani ini
Ku ulangi lagi.. lagi..
Lekatkan pandangku pada gambar matamu yang tak pernah mengelak itu
Lagi.. Aku hanya terpasung pada kekalahan..lagi..
Aku akan selalu kalah, karena aku memang kalah
Semakin menatap raut wajahmu
Kau semakin jelas mengenalkan diri ini pada hatiku
“jahannam”
Ya..
Tak lebih baik dari itu
“Jahannam” yang ku halalkan
Menopang keegoisan diri yang tak terajar
Menindas kelemahan yang adalah kesucian
Kau.. kau kesucian itu
Tapi..
Ada bagian yang bersorak girang
Seolah itu hakku
Melambungkan angan sesuka otakku
Seolah kau tak ada
Tapi..
Ada bagian dari diri ini yang luka, terkurung
Seolah itu bui hidupku
Menyeret dalam rasa bersalahku
Seolah kau malaikat tanpa cela
Kadang, matamu seperti menasehati setiap keinginan yang sering ku tangguhkan
ini
Dengan kelembutan pandang yang ku sebut kesucianmu
Dan aku hanya bisa terisak dalam hati
Kadang, tatapanmu menerobos jauh ke tulang-tulangku
Mencaci maki “jahannam”ku
Dan aku tak pernah punya pembelaan atas itu
Meski atas nama “sayang” sekalipun
Bukan makian mereka yang ku hindari
Tapi kau..
Kau adalah separuh ketakutanku itu
Karena kau yang pasti sangat mengerti dan pantas
Menghadiahkan “jahannam” untukku
“Jahannam” yang tak akan pernah bisa berucap maaf
“Jahannam” yang mungkin tak akan termaafkan oleh mu
“Jahannam” yang menyebut dirinya sebagai “cinta” atau entahlah..
Kasyani
Yogyakarta, 22 Agustus 2013
Kasyani
Yogyakarta, 22 Agustus 2013